Umpatan, Makian Di Surabaya

By Yuniar Djafar - April 10, 2020





Bismillah.

Saya lahir di Surabaya dan hidup di kota yang sama hingga saat ini. 50 tahun lebih! Alhamdulillah. 


Apa yang terbayang di benak Anda tentang Surabaya? 

Dari yang pernah saya dengar dan baca, rerata menyatakan panas! 
Berapa sih, suhu di Surabaya? Saya baca di sebuah situs berita suhu tertinggi 37 derajat celcius, itu suhu saat puncak musim kemarau tahun kemarin. Sedangkan hari ini, sewaktu saya googling adalah 32 derajat. Padahal semalam hujan turun deras juga, lo! Bisa bayangkan bagaimana panasnya Surabaya? 😊

Adalagi yang sering dibicarakan orang-orang yang pernah datang atau mukim di Surabaya. Ya, kulinernya! Mereka rerata bilang, di Surabaya untuk dapatkan makanan enak dan murah  itu mudah. 

Apalagi? Bonek! Aha, satu ini... Tidak bisa dipungkiri sempat mencoreng nama kota Surabaya. Tapi, alhamdulillah, setidaknya saya rasakan terakhir ini gaungnya sudah tidak sekeras tahun-tahun sebelumnya berkaitan dengan kenekad-an mereka yang cukup sering mengganggu. Mungkin karena corona, ya? Bisa jadi.

Apa lagi, apa lagi? Maaf, j****k! Umpatan atau makiannya! Anda benar. Tetapi meski hidup di atas tanah Surabaya dan minum air Kalimas, saya sempat terkaget-kaget saat melihat video seorang youtuber yang bukan orang Surabaya mengucapkan umpatan khas Surabaya itu saat menyampaikan himbauan untuk social distancing. Tidak sekali dua kali saya mendengar umpatan itu dan umpatan lainnya di Surabaya. Tapi berapa kali pun saya tetap berpendapat tidak pada tempatnya mengumpat seperti itu dengan alasan apa pun, kekesalan misalnya, melalui video di media sosial. 

Umpatan, makian di Surabaya memang sebuah hal yang biasa tapi tetap saja ada prasyarat tidak tertulis untuk mengeluarkannya. Memaki, mengumpat atau misuh--bahasa Jawanya--yang saya ketahui selama ini di kota saya, biasanya dilakukan dalam dua hal.

1. Untuk mengungkapkan kemarahan, kekesalan antar dua pihak yang saling berhadapan. Biasanya mereka dalam jangkauan secara fisik. Atau ada semacam proses saling tau terlebih dulu. Saling tau ya, bukan saling kenal! Ada sih, yang di luar ini tapi bisa dipastikan bila seperti ini konteksnya kriminal atau untuk meneror. Bisa bayangkan bukan, saat mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal tiba-tiba terdengar makian seperti itu di seberang? 

2. Umpatan atau makian antar kawan akrab. Atau untuk menunjukkan egaliter yang menjadi salah satu watak arek Surabaya. Contoh yang masih sering ditemui adalah ucapan: ja***k, jik urip koen? Yang artinya: ja***k, masih hidup aja, lo?



Tugu Pahlawan Surabaya


Apa arti makian itu?

Ih, sumprit...(plesetan dari kata sumpah), saya sebetulnya berat hati menjelaskan ini tapi baiklah, saya jelaskan kepada Anda just to inform what a bad word it is: Jancuk, berasal dari kata diancuk. Karenanya penyebutan kata tersebut seringkali diucapkan dengan Jiancuk atau lebih singkat lagi ancuk atau cuk. Kata tersebut merujuk pada kegiatan persenggamaan.

Begitu pula makian yang lainnya seperti jiamput atau pun jiangkrik. Khusus jiangkrik atau jangkrik, orang seringkali mengira itu merujuk pada serangga, yaitu jangkrik atau jengkerik padahal bukan! Jangkrik berasal dari kata diangkrik atau dinaiki/diduduki (tubuhnya), maknanya masih tidak bergeser dari persenggamaan juga. 

Adalagi, yang mungkin bagi orang luar Surabaya bemakna normal, yaitu jambu. Jambu adalah nama buah, bukan? Tapi di Surabaya juga bisa berarti makian, bergantung pada konteksnya. Jambu merupakan plesetan dari makian jiamput. Biasanya mereka yang mengucapkan makian ini adalah orang-orang yang mengerti bahwa memaki itu sesuatu yang buruk atau kasar tapi mereka tidak bisa kendalikan emosi atau ingin "menghaluskan"nya. Seringkali makian ini dikeluarkan oleh anak-anak sekolah atau perempuan. 

Sekarang sudah paham kan, buruknya umpatan-umpatan itu? Sayang, bukan, kalau mulut ciptaan Allah dilewati oleh kata-kata seperti itu? 

Orang Surabaya pun memaki juga masih menimbang-nimbang lawan bicaranya. Jika mereka berhadapan dengan tetua atau orang yang dihormati, apa lagi orang tua sendiri mereka tidak akan mengeluarkan makian ini, semangkel-mangkelnya! Mangkel means jengkel. 

Nah, sekarang apa alasannya mengumpat audiens saat nge-vlog? Apakah tidak dipikir jika yang menonton ada kemungkinan orang tua? Semoga kita dijauhkan dari yang demikian. 

Ya, mengumpat atau misuh seringkali identik dengan kota Surabaya. Tapi tidak berarti setiap orang Surabaya pasti mengumpat atau harus mengumpat. Hidup adalah pilihan. Saya katakan saya orang Surabaya, bersukur tinggal di Surabaya  dan memilih untuk  tidak menjadi pengumpat. 

Celakalah para pengumpat dan pencela! Q.S Al Humazah; 1. 









  


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar