Mencegah? Just Do Your Best!

By Yuniar Djafar - April 23, 2020


Photo by Pexels


Bismillah.

Saya tersenyum dan geli saat membaca kerumunan pembicaraan teman-teman di grup whatssap  membahas istilah "kulina kemproh" (baca: kulino kemproh, dengan pengucapan 'o' sebagaimana 'o' pada kata obat atau obor). Artinya terbiasa jorok, bahasa Jawa. Itu adalah kalimat yang sering diucapkan guru kami saat memarahi muridnya yang bukunya, bajunya tidak rapi atau saat kami melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk. Nostalgia masa sekolah dasar, hihihi.... 

Selanjutnya pembicaraan beralih pada tidak adanya kabar yang menyoroti korban terpapar virus dari orang-orang yang hidupnya di jalanan karena tidak mempunyai tempat tinggal, seperti para gelandangan atau para pemulung yang tinggal di lingkungan tempat pembuangan sampah akhir bahkan orang-orang hilang ingatan yang hidup di jalanan. See, believe it or not... Mestinya dengan kondisi saat ini mereka adalah pihak yang memiliki resiko sangat tinggi terpapar virus. Tapi entah karena tidak ada yang peduli atau mereka baik-baik saja sehingga di permukaan tidak terdengar kabar tentang mereka. 

Ya, virus Covid 19 ini memang sangat berkaitan erat dengan masalah kebersihan, sampai-sampai orang musti berulang-ulang mencuci tangan, semprotkan hand sanitizer, disiplin mengenakan masker hingga memperpendek durasi pemakaian baju bahkan menjaga jarak dalam artian yang sebenarnya. Saya yakin kita bukan orang yang "kulina kemproh" seperti ungkapan guru SD saya itu tapi  pandemi ini membuat kita lebih aktif lagi dalam melakukan aktifitas menjaga kebersihan hingga mengarah ke intensitas yang ekstrim.

Saking ekstrimnya sampai hal-hal "yang tidak masuk akal" oleh salah satu pihak menjadi "bermanfaat" bagi pihak lain. Contohnya? Penyemprotan desinfektan di tempat umum seperti di jalan-jalan atau area publik-terbuka hingga pembuatan bilik penyemprotan. Dua hal ini diklaim oleh beberapa negara sebagai cukup efektif dalam menekan penyebaran virus tapi dinyatakan sebagai hal yang tidak bermanfaat  dan bahkan malah sebaliknya berbahaya dinyatakan oleh beberapa ahli. 

Mengutip yang diulas oleh CBC, dalam kolom kesehatan disebutkan bahwa virus ini menyebar antar manusia bukan melalui binatang, seperti nyamuk. Virus pernapasan ini menyebar melalui droplet atau percikan yang keluar ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin atau berbicara. Itu berarti virus Covid 19 ini tidak terdapat pada lingkungan. Karena itu akan lebih efektif bila pembersihan dilakukan pada permukaan yang sering tersentuh oleh manusia seperti gagang pintu atau pegangan tangan di dalam transportasi publik. Jadi penyemprotan  jalan-jalan,  totoar, bangku taman adalah sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut, kata Tim Sly, seorang profesor emeritus di Sekolah Kesehatan Kerja dan Kesehatan Masyarakat Univesitas Ryerson. Sementara itu pemutih sebagai bahan semprotan desinfektan itu terurai dengan cepat di lingkungan terutama saat terkena sinar matahari dan panas. Alih-alih mendapatkan hasil, yang terjadi adalah adanya potensi pemicu penyakit asthma dan penyakit pernapasan kronis lainnya. 

The US Enviromental Protection Agency menyatakan bahwa di air tawar pemutih akan mengendap dengan cepat menjadi senyawa beracun bila terkena sinar matahari. Hal yang mungkin tidak berbahaya untuk unggas tapi sebaliknya untuk ikan air tawar dan hewan invertebrata jika larutan konsentrasi tinggi dibuang ke kolam. 

Meskipun penyemprotan dikenal luas di lakukan di Cina namun ilmuwannya sendiri, Zhang Liubo seorang peneliti di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina telah memperingatkan bahwa hal itu dapat merusak lingkungan. Pada sebuah konferensi pers di bulan Maret bahwa desinfeksi itu dilakukan secara berlebihan dan menunjuk pada pedoman baru yang menyarankan tidak ada disinfeksi skala besar di luar ruangan, tidak pula selama musim hujan atau salju dan tidak ada juga desinfeksi udara di luar ruangan, lapor media pemerintah Xinhua. 

Selanjutnya Sly menambahkan bahwa penggunaan botol semprotan dan lap lebih efektif dan hemat biaya daripada penggunaan selang. 

Banyak hal yang telah ditetapkan untuk melakukan pencegahan. Yang kita bicarakan di atas adalah pencegahan melalui desinfeksi pada area terbuka publik. Untuk pencegahan lainnya, dilakukan dengan penggunaan sabun dan air mengalir, hand sanitizer, jaga jarak dan menjaga daya tahan tubuh melalui asupan makan makanan bergizi, konsumsi vitamin hingga pemanfaatan rimpang dan rerempahan. 

Buat saya sebelum semuanya itu adalah penguatan mental dan spiritual. Ketika mental dan spiritual kuat maka panik dan stress akibat pandemi Covid 19 bisa dikendalikan sehingga kita bisa terjaga dari tindakan dan kecemasan yang berlebihan. Semua yang berlebihan akan mendatangkan keburukan. Karena itu penguatan mental-spiritual buat saya sesuatu yang utama. 

Saat awal-awal berita bahwa Covid 19 ini memasuki negara tercinta ini, saya dihantui oleh kecemasan yang membuat saya stress.

Seperti diketahui virus ini penyebarannya melalui sentuhan orang per orang. Virus bisa menempel pada permukaan keras seperti gagang pintu, dan semua permukaan benda keras lainnya. Untuk itu di rumah kami sediakan sabun dan ember berisikan air yang saya letakkan di dekat keran air di halaman. Jadi siapa pun penghuni rumah sebelum masuk rumah wajib mencuci tangan di tempat itu. 

Lanjutannya adalah saya lap gagang pintu pagar dan rumah setiap ada orang rumah yang datang dari luar. Bawaan yang masuk rumah pun langsung disemprot dengan cairan desinfektan dan dilap. Aman, sudah..., pikir saya pada awalnya. Tapi saat saya amati betul saya benar-benar stress dibuatnya. Bagaimana tidak, anggota rumah tidak hanya keluar sekali, dua kali saja, hatta itu sudah berlaku bekerja di rumah, sekolah dan kantor libur. Saat membawa belanjaan dari hasil belanja tukang sayur yang ider di depan rumah itu saja sudah berapa kali saya musti mengelap gagang pintu? Pintu pagar, pintu rumah dan... tas kresek yang berisi belanjaan... Sekarang apa yang tidak terbungkus plastik? Beli cabe juga sudah dalam bungkusan plastik, tempe, tahu, ikan, daging..., semua berbungkus plastik. Dan itu berarti, jika mau disiplin, pasti harus dilap desinfektan sebelum kita sentuh. 

Wah..., kalau mau perfect kayaknya ke mana-mana meski hanya keluar di depan rumah, di luar pagar mesti bawa semprotan desinfektan, lap dan hand sanitizer. Buat saya ini bikin pusing..., apalagi bila ingat betapa mengerikannya dampak dari tertular oleh virus ini. Belum lagi saat ingat ada dua orang anak kecil, cucu di rumah. Ya, Rabb, seperti mau meledak kepala ini rasanya. 

Pengalaman mencekam terjadi saat televisi kabel di rumah bermasalah. Sudah kadung lapor..., tapi saat ingat peluang tertular virus dari orang luar saya stress. Terbayang bagaimana repotnya sepulang orang tersebut nantinya? Musti lap pintu dan gagangnya serta permukaan meja, televisi, mengepel lantai yang terinjak dan tersentuh petugas. Subhanallah, saking suntuknya saat itu saya putuskan untuk shalat istikharah. Is it out of sense? Not at all! Saya jadi lebih tenang setelah itu. 

Seketika saat petugas itu datang, di depan pintu, sambil minta maaf berulang kali saya minta ijin dia untuk semprotkan desinfektan---sesuatu yang akhirnya saya sesali dan menyisakan rasa bersalah. Tapi dengan senyum dan santun petugas tersebut tidak berkeberatan. Katanya, "tidak apa-apa, Bu. Semua seperti ini. Tadi saya di tempat yang lain pun saya mengalami hal yang sama." Yang meringankan batin saya adalah saya menyemprot dengan menggunakan botol kecil, jadi hanya bagian-bagian tertentu yang saya "perkirakan kotor" yang saya semprot. Saat petugas pulang,  ada yang nyeletuk, "Hayo, bagaimana kalau baju mas tadi belang-belang? Bisa-bisa dia dimarahi istrinya, lo!" 

Astaghfirullah, iya, ya, bukankah cairan itu dibuat dari pemutih dan air? 😓

Seperti dibebani sesuatu yang berat menggelayut saat awal-awal itu. Saya merasa sudah melakukan pencegahan mulai dari bersih-bersih rumah dan hal-hal seperti saya ceritakan di atas tapi hati tetap tak bisa tenang jua. Was-was masih memenuhi pikiran. Bersukur saat mendapati sebuah postingan grup pengajian. 





Perlahan stress saya turun dengan membaca dzikir tersebut dan kini pencegahan apa pun yang saya lakukan, yang menjadi pegangan saya adalah: jangan tinggalkan tawakal 'alallah. Tidak ada yang bisa mencegah semua yang telah ditetapkanNya untuk terjadi dan tidak akan ada yang terjadi semua yang dicegahNya. Selebihnya just do your best!

Setuju?


















  • Share:

You Might Also Like

0 komentar