Jarak Itu

By Yuniar Djafar - April 09, 2020


Gambar oleh PublicDomainArchive dari Pixabay



Bismillah.

Sulit untuk menjelaskan tentang rasa ini. Rasa ditinggalkan oleh orang-orang yang telah menempuh jarak bersama kita di dunia ini sebagai teman atau bahkan apalagi keluarga. Saat kita harus berpisah karena perjalanan yang kita tempuh tak lagi sama. 

Siang itu saya melihat notifikasi di ponsel. Seperti diingatkan, saya tersadar jika ternyata sudah cukup lama saya tidak kontak dengannya. Saya membacanya dan terpaku. Saya hanya bisa terdiam, tenggorokan terasa tercekat, tak bisa berkata-kata. 


   
Itu bukan ketikan teman saya, melainkan anaknya. Saya bertemu dengannya terakhir pada Desember, 2019. Saya datang memberikan support untuknya pada sebuah fashion show para desainer yang terhimpun dalam komunitas desainer yang mengangkat adiwastra nusantara di Surabaya. 

Di sela-sela kesibukannya mengarahkan tim-nya, yang terngiang adalah ucapannya, "Ini fashion show saya yang terakhir, Bu." Bagi saya itu bukan firasat karena sejurus kemudian dia menyebutkan alasannya. 

Jarak saya dengan teman saya ini cukup jauh karena dia tinggal di luar kota Surabaya. Tapi jarak itu menghilang di whatsapp. 

Ya, jarak memang relatif. Kita selalu terhubung melalui jarak yang adakalanya perlu waktu panjang untuk menempuhnya. Tapi ada jarak yang tak pernah kita rasakan jauhnya. Selalu saat sampai maka kita akan merasakannya it is too soon! Itu adalah jarak kematian. Jarak itu akan selalu terasa pendek bahkan sangat pendek bagi kita untuk orang-orang baik, orang-orang terdekat atau orang-orang yang kita sayangi. Kepergian musisi terkenal Glen Fredly baru-baru ini adalah salah satu contohnya. Jarak yang tertempuh 44 tahun--jika berdasarkan usianya--tetap dirasakan sebagai too soon bagi orang-orang terdekatnya. 

Dan saat ini kita semua sedang menempuh jarak itu. 




Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Megetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S Al Munafiqun; 11.

Kadang kita menghitung jarak kematian adalah dari saat aktivitas terakhir seseorang. Ada yang menyatakan seperti tidak percaya saat dikabarkan kematian karena beberapa menit sebelumnya dia baru saja bertemu, baru saja bercakap-cakap atau bahkan baru saja bersamanya. Karenanya jika ada yang mengatakan bahwa jarak kematian itu sangat tipis adalah benar.

Ibnu Ustaimin Rahimahullah berkata:
Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaik-baiknya kesempatan umur dengan bertaubat kepada Allah Aza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah sehingga datang ajalnya dan dia dalam keadaan sebaik-baik yang diinginkan. (Lihat majmu' fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Selamat jalan, bukanlah ucapan yang ditujukan untuk mereka yang meninggalkan saja karena kita sendiri pun sedang menempuh jarak itu...

Innalillahi wa inna ilayhi raaji'un. Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya-lah kami kembali.







Sumber: www.muslim.or.id













  • Share:

You Might Also Like

0 komentar