Bismillah.
Tanpa saya sadari, saya ternyata memiliki gangguan jiwa. Saya mempunyai keinginan sejak kecil (usia sekolah dasar) yang terus terbawa hingga usia kini. Keinginan itu terus mengikuti tanpa saya sadari. Seperti penyakit endemik 😄 Terus menerus ada tapi tidak menyebar ke tempat lain! Banyak orang bilang itu obsesi. Saya baca-baca, pengertian obsesi ternyata: gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Betul, keinginan saya itu selalu menggoda saya dan sulit dihilangkan. Setiap ada kesempatan yang memantik saya selalu ingin mengerjakannya dengan semangat. Selalu mewarnai pikiran dan perasaan dan sekali lagi, sulit dihilangkan. Tapi hal itu membutuhkan syarat, berupa situasi yang memantik atau menggoda. Jika tidak, saya tidak merasakan apapun tentang hal itu. Tapi sekali dipantik, dia akan wuzz..., bablas angine!
Iya, benar, saya memang selalu merasakan sensasi yang tidak biasa berupa semangat dan bahagia setiap menyusun pekerjaan menata halaman majalah/ katalog atau apa saja yang berkaitan dengan desain grafis berikut teksnya. Ketika bakulan kerudung dulu para agen dan rekanan saya selalu meminta untuk diberi katalog produk. Jadi saya harus berjibaku dengan pekerjaan desain majalah lengkap dengan tata letak hingga foto dan teks-nya setiap beberapa bulan, setiap ada produk-produk baru. Konsep dari semua yang saya sebutkan itu berasal dari saya, selebihnya saya meminta tolong pekerja profesional untuk mewujudkannya. Saya bersyukur Allah mudahkan mendapat partner yang sabar dalam bidang ini. Mengapa saya katakan demikian? Penyebabnya saya memang cerewet banget. Kecerewetan yang tumbuh dari passion, kayaknya begitu. 😂
Itulah sebabnya, saat yang paling membahagiakan saat ngeblog buat saya adalah saat mulai bisa melihat tulisan melalui pratinjau. Rasanya kayak yak-yak o, kata orang Jawa. Sennneng banget!
Ide kecil saja atau sekedar kesalahan ketik lalu koreksi, setelah itu klik pratinjau..., bisa membuat saya, woww... rasanya! Seolah-olah melihat hasil pekerjaan majalah pribadi yang siap terbit! Padahal..., hihihi cuma mainan, pura-pura.
Saat kelas lima sekolah dasar saya pernah mencoba terbitkan buku sendiri dengan menggunakan mesin ketik bapak saya. Saya ketik, saya coret-coret gambar pada kertas ketik seolah-olah itu ilustrasi majalah/ buku. Dan di bagian belakang halaman akhir itu saya ketik nama "penerbit" berikut "logo penerbit" saya... Hahaha, saya gembira sekali saya saat melakukan itu. Meski ada kekecewaan juga ketika selesai dan tahu hasilnya. Apa sebab? Saya kebingungan menentukan urutan halaman karena saya menggunakan kertas yang dilipat. Halamannya jadi lompat-lompat tidak berurutan, gitu! Kakak saya tertawa melihat "majalah" terbitan saya. Sayangnya, bukti sejarah penerbitan saya itu hanya ada di ingatan saya dan kakak saya saja. :(
Tapi kemudian saya benar-benar terkejut dan tak menduga ketika suatu malam cucu tertua dalam keluarga besar kami menunjukkan sesuatu. "Grannie," katanya, "Ini buat grannie." Dengan tangannya dia menyodorkan gulungan kertas bersambung yang dilekatkan dengan plastik berperekat alias selotip.
Saya ternganga... Ini benar-benar kejutan, seperti dejavu tepatnya saat membuka gulungan kertas itu. Saya seperti kembali masa kanak-kanak seperti yang saya tuliskan di atas.
Memang nyaris setiap malam kedua cucu saya tidur bersama saya. Saat malam, jelang tidur malam adalah saat berlakunya kekuasaan dua bocil di kamar saya. Bakda Maghrib atau jelang Isya, sang kakak mulai "mengontrol" prosesi kami. Katanya, "Grannie pokoknya habis shalat Isya langsung minum obat terus tidur, terus cerita!" Nadanya tegas tapi mengundang tawa saya di dalam hati. Saya memang hanya bisa tertawa di dalam hati kalau sudah begini. Bisa dipastikan dia akan gondok dan marah jika saya tertawa beneran di hadapannya. Selain itu saya juga tidak tega mentertawakannya karena saya tahu dia bermaksud serius.
Saat kejadian itu saya pikir, ya seperti malam-malam biasanya kami beranjak ke tempat tidur lalu saya akan mengajak mereka membaca doa sebelum tidur dan meminta mereka memejamkan mata ketika saya bercerita. Ternyata malam itu berbeda. Kakak tiba-tiba turun dari tempat tidur dan kembali seraya membawa gulungan kertas itu. Rupanya dia teringat sesuatu. Dan sesuatu itu adalah "buku cerita" buatannya sendiri.
Kakak, kami memanggilnya begitu, memang baru belajar membaca dan menulis. Masya Allah, kemampuannya berkembang pesat. Semula saya pikir dia hanya bisa membaca di usia taman kanak-kanak kelompok B. Itu saja sudah membuat saya senang dan bersyukur karena saya baru bisa membaca saat kenaikan ke kelas dua sekolah dasar. 😁 Ternyata lebih dari itu, dia juga sudah mulai bisa menulis. Dan, tanpa saya ketahui bahkan seisi rumah pun, dia tengah menyusun sebuah "buku cerita"...
Membacanya membuat saya terus tersenyum. Bahwa "buku cerita" itu jauh dari sempurna, itu jelas. Kemampuan menulisnya pun masih perlu banyak latihan dan perbaikan tetapi ide untuk menyusun sebuah tulisan berbentuk "buku cerita" (atau "komik"? 😄) benar-benar mengezutkan bagi saya. Pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya ternyata benar adanya. Buah itu jatuh dekat-dekat saja, dekat sekali, malah! Qadarullah wa masyaa a fa'ala.
Benarlah jika ada yang mengatakan kebahagiaan itu mempunyai banyak bentuk dan rupa. Buat saya ini adalah bagian dari kebahagiaan yang Allah karuniakan. Dan kebahagiaan itu datang dari arah yang tak pernah saya sangka sama sekali. Semoga cucu saya ini bisa mewujudkan obsesi neneknya, menjadi penulis yang baik dengan karya-karya yang bisa menjadi rahmatan lil'alamin. Maksud saya, mungkin saya sudah "gak nututi" untuk bisa memiliki buku. Semoga cucu saya kelak terus berkembang dalam bimbingan Allah sehingga memiliki karya tulis yang jauh lebih baik daripada neneknya dan bisa menjadi amal jariyahnya kelak. Aamiin...
Hahaha, sekedar curhatan seorang nenek, ya, ini.
😊