Takziah

By Yuniar Djafar - September 12, 2019

Foto: Ali ansari dari www.pexels.com


Minggu ini andai disebut minggu yang kelabu saya setuju. Dalam seminggu ini 3 berita duka saya dapatkan. Berita duka pertama adalah kabar berpulangnya teman kecil saya saat di sekolah dasar, kedua wafatnya bapak BJ Habibi dan ke tiga adalah wafatnya seorang tetangga dekat. Minggu yang hari-harinya membuat hati saya sedih meski mereka bukan keluarga batih, bahkan di antara mereka jelas ada yang tidak mengenal saya. Tapi bukankah kesedihan tidak pernah mensyaratkan kenal atau tidak kenal?


Teman Sekolah Dasar.


Teman satu ini ini meninggalkan kesedihan bukan hanya pada diri saya melainkan juga teman segrup Whatsapp sekolah dasar. Susah payah, tanpa dinyana entah dari siapa dan bagaimana dia akhirnya bisa kami "ketemukan" hingga jadilah dia anggota grup kami. Namun ternyata tidak mudah bagi kami yang kangen melihat keadaannya dan ingin bertemu dengannya. Setiap ada undangan ketemuan dia tidak pernah hadir dengan berbagai alasan, mulai dari keluarga sampai kesehatan. Namun saat kami ingin temui dia menolak. Rumahnya memang cukup jauh, perbatasan Surabaya-Gresik. (Mungkin dia tidak ingin menyusahkan kami, ya...). Kami mengingatnya terakhir adalah seorang gadis kecil imut berponi, bermata agak sipit dengan senyumnya yang ceria. Itu adalah posturnya saat SD dulu. Selebihnya kami mengenalinya melalui foto profil yang dipasang untuk akunnya di grup. Sepertinya belum genap setahun dia menjadi anggota grup kami. Di grup dia tidak terlalu aktif tapi sesekali dia posting sesuatu dan merespon chat yang ada di grup. Tapi beberapa siang lalu datang kabar yang sungguh mengejutkan bahwa teman kami dalam keadaan kritis karena pembuluh darah di otaknya pecah dan  sedang menjalani operasi. Kami pun berencana untuk membezoeknya namun tanpa dinyana kabar duka datang. Malam hari saat akan tidur saya sempatkan untuk mencek "pantauan" tentang teman tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un... Dia telah lebih dulu berpulang pada hari yang sama saat kami mendapat berita tentang operasinya. 

Akhirnya sampai juga saya di rumahnya bersama beberapa orang teman. Dari cerita suaminya kami tau penyebab dia tidak pernah hadiri undangan yang kami sampaikan. Ternyata dia memang mengalami kesulitan berjalan setelah sebuah kecelakaan membuat tulang panggulnya patah. Dari suaminya juga kami mendengar bahwa ternyata dia, teman saya itu, memang mengidap penyakit gula dan hipertensi. Sempat parah dan diopname. Tapi itu terjadi 10 tahun lalu. Setelah itu dia benar-benar menjaga gaya hidupnya dengan menjaga asupan makannya, tertib kontrol dan jalani apa yang disarankan dokter. Selama kurun waktu 10 tahun itu dia benar-benar dalam kondisi baik dan stabil kecuali hambatan pada kemampuan berjalannya. Suaminya menambahkan bahwa beberapa jam sebelum serangan itu datang teman saya itu biasa saja, menjalani aktifitas harian di rumah sebagaimana biasa. Namun selepas shalat dhuhur, salam dan mencium tangan suaminya itulah tiba-tiba kondisinya memburuk hingga taksadarkan diri. Subhanallah... 


Bapak BJ Habibi. 


Saya mengetahui kabar beliau juga dari kabar Whatsapp. Saya sempat merespon kabar tersebut dengan ucapkan, "Bukan kabar hoax-kah itu?" Saya tanyakan itu sebab sempat baca di instagram beberapa hari sebelumnya tentang adanya berita bahwa beliau tutup usia padahal saat itu beliau masih dalam perawatan. Karena penasaran saya berusaha untuk cari kebenarannya. Pada saat bersamaan di televisi sedang tayang berita duka itu. Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un...

Di mata saya beliau adalah seorang negarawan yang baik dan lurus. Saya terhenyak dengan kesedihan yang tiba-tiba datang memenuhi relung dada. Ya, Allah kami kehilangan lagi tokoh panutan, yang kata-katanya menyatu dengan perbuatan. 😢


Tetangga dekat.


Beliau adalah tetangga lama kami. Bu Mulyono begitu, kami menyebutnya. Bapak-ibu Mulyono adalah teman baik bapak dan ibu saya. Rumahnya berjarak sekitar 100m, beda gang dari rumah ibu. Setelah pak Mulyono wafat beliau mengikuti putranya yang bermukim di Madiun. Saat sakit pun beliau di Madiun. Kemarin malam saya menerima postingan foto yang menunjukkan keadaan beliau yang sedang sakit, sepertinya di ruang ICU.  Adik saya yang memposting. "Aku diberitau ini keadaan beliau 5 hari lalu, mbak. Kabarnya sekarang keadaan beliau sudah membaik." katanya. Tapi saat pagi tiba adik saya menelpon berulang kali dan saya tidak mendengarnya karena ponsel dalam posisi silent. Pada saat bersamaan tetangga sebelah menyampaikan berita duka itu. Tetangga dan adik saya membawa kabar yang sama, wafatnya ibu Mulyono.

Kami merasa kehilangan. Beliau adalah seorang tetangga yang baik. Orangnya pendiam, tidak banyak cakap tapi murah senyum. Meski pada jamannya beliau termasuk penyanyi nasional yang cukup terkenal tapi tak nampak sedikitpun kesan itu dalam keseharian beliau. Beliau bersama bapak Mulyono memang pasangan yang sederhana. Saat bertandang ke rumah duka saya tidak bisa menyembunyikan kesedihan. Terbayang saat-saat dulu beliau masih hidup dan beraktifitas, tak pernah meninggalkan senyum. 

Ya, kabar kematian selalu mampu membuat kita terkejut dan sedih  meski itu sesuatu yang selalu berulang. Meski kita semua tau itu adalah sesuatu yang pasti terjadi. Terkejut karena kita tidak menduga akan secepat itu terjadi dan sedih karena ditinggalkan. 

Takziah seperti alarm yang selalu mengingatkan agar kita segera bangun. Bangun untuk menyadari bahwa kematian adalah soal antrian. Dan kita tidak pernah tau masuk antrian ke berapa, hanya Allah yang mengetahuinya karena hanya Dialah yang menentukan. 

"Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan." Q.S Al Waqiah; 60.

Takziah juga mengingatkan bahwa kita semua dibatasi waktu. Bahwa kita pasti akan sampai juga pada titik nol untuk jatah umur kita, tak bisa dihindari.

"Di mana saja kamu berada kematian akan mendapatkanmu kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Q.S An Nisa; 78.

Banyak hal yang kita bisa dapatkan dari takziah karena takziah adalah pengingat yang kuat agar kita segera mempersiapkan diri supaya kita tidak menyesal nanti.


Hai, orang-orang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang melakukan demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu lalu ia berkata, "Ya, Rabbku mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?". Dan Allah sekali-sekali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S Al Munafiqun; 9-11.   
Takziah membuat saya tercekam. Tercekam mengingat dosa-dosa yang bertumpuk dan masih berantakannya persiapan menghadap ke hadiratNya. Kalau sudah demikian saya pun teringat dengan doa-doa berikut.   

1. "Allahuma inni as'aluka husnal khatimah." 
Artinya: Ya Allah aku memohon kepadaMu akhir/penutup yang baik. 

2. "Warzuqni taubatan nasuha qoblal maut."
Artinya: Dan karuniakanlah aku rizki taubatan nasuha sebelum wafat. 

3. "Ya, Muqollibal qullub tsabbit qolby 'ala diinika"
Artinya: Ya Allah Sang Pembolak-balik hati tetapkanlah aku pada agamaMu.



Saya berharap tulisan ini bermanfaat sebagai sarana  "tawashshaubil haq , tawashshaubishshobr".





Ayat al Qur'an, Hadits dan doa disalin dari www.almanhaj.or.id dan www.islampos.com









  • Share:

You Might Also Like

0 komentar