I Love Monday
By Yuniar Djafar - September 08, 2019
Foto: PhotoMIX Ltd dari www.Pexels.com |
Saya sering tidak paham jika banyak orang yang setiap memasuki hari Senin mengatakan, I hate Monday! Bangga lagi.. Hmmh... 😞 Biasanya hal itu muncul di kalangan mereka yang sedang "endel-endel"nya menyandang status karyawan. Itu biasanya, lo... Tidak semua. Maaf, jangan tersinggung ya..., yang karyawan 😊
Buat saya Senin adalah harapan baru untuk setiap pekan yang telah lalu dan yang akan datang. Saya bisa menyimpulkannya demikian ya, setelah tua ini... Artinya dulu saat masih bersekolah saya hanya bisa merasakan tapi pikiran belum bisa membuat kesimpulan tentang yang dirasakan.
Ini tentang pengalaman masa kecil saya, saat Sekolah Dasar. Jika ingat ini saya harus bilang bahwa sungguh guru-guru saya (dan kepala sekolahnya) adalah orang-orang yang hebat. Iya, saya bersukur bisa bersekolah yang (ternyata) hebat. ---Ssst..., saya nyadarnya baru belakangan---
Dulu saya selalu bersemangat setiap memulai hari di hari Senin. Saya selalu menunggu-nunggu hari Senin dan mulai merasa bersedih jika sudah mulai memasuki hari Rabu... Tau sebabnya? Bagi saya hari Senin adalah kesempatan untuk membalas kekalahan pada hari-hari sebelumnya. Hari Senin adalah hari yang bisa memompa semangat untuk mengerahkan semua effort untuk do my best! Saat saya merasa punya kans mencetak rekor tertinggi dalam sepekan berjalan. Sumprit! 😄😄
Dan mengapa hari Rabu sedih? Karena setelah Rabu hari-hari terasa berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Selisih dua hari dari Rabu masuk hari Jum'at adalah hari yang benar-benar pendek. Pelajaran pun mulai yang ringan-ringan seperti prakarya atau pramuka yang tidak terlalu "ngefek" ke nilai rapor. (Eh, ini tidak bermaksud merendahkan kedua bidang itu, ya. Ini adalah rekaman ingatan yang terjadi pada masa lalu). Tau-tau Sabtu aja! Kalau sudah Sabtu, Ahad.. Ahad libur. Berarti lepaslah kesempatan untuk berlaga atau pun balas dendam.
Sekolah saya, saya tidak tau bagaimana bisa begitu, membuat murid-muridnya semangat untuk selalu meraih dan menjadi yang terbaik. Ini sangat terasa. Setiap ulangan adalah combat area, ya palagan..., tempat berlaga! Ulangan harian, ulangan umum, semuanya adalah area laga para siswa. Dan yang paling mendebarkan adalah saat catur wulan. Jaman dulu tidak pakai kalender semester. Saat diumumkan bintang kelas untuk setiap kelas mulai dari kelas 1 sampai 6. Masing-masing kelas dipilih 3 siswa untuk jadi bintang kelas. Kalau sudah seperti itu perut bisa mulas, telapak tangan dan kaki bisa terasa dingin semua sedang hati benar-benar bisa berharap diri ini bisa menjadi bagian yang dipanggil dan naik ke atas panggung yang merupakan teras sekolah. (Dulu teras sekolah kami yang merupakan bangunan peninggalan Belanda, teras bagian depannya lebih tinggi sekitar 0.5 m dari halaman sekolah. Tinggi ya? Tapi Alhamdulillah, kami merasa biasa saja dan tidak mengalami kesulitan apalagi cidera karenanya. Hiks, nyadarnya juga baru sekarang...) Hadiah yang diterimakan sih, sebenarnya biasa saja. Barang yang bisa dan biasa orang tua kami belikan seperti buku dan pensil. Tapi ma sya Allah jika sudah bisa naik teras pada acara itu, hmm..., senang, bangga, gembira... Semuanya ngeblend di dalam dada.
Kalau kalah? Ya, memang ada sedih, bahkan kadang pakai banget... Selebihnya adalah menunggu hari setelah liburan dan..., kembali menunggu-nunggu hari Senin untuk mulai membalas kekalahan. Terus begitu, dan hanya begitu yang ada dalam benak saat itu.
Dan percaya tidak percaya bagi mereka yang tidak pernah meraihnya, rasa seperti itu terus terbawa hingga ke jenjang berikutnya. Sehingga bagi kami yang saat SDnya tidak pernah meraih prestasi jadi bintang kelas, balas dendamnya adalah saat di SMP, SMA hingga PT. Sasaran kami adalah masuk sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri favorit. Mungkin kami tidak benar-benar meraih juara dalam artian mendapatkan hadiah atau piala tapi kami jadi terbiasa dengan etos do the best dan selalu terbayangkan setiap jenjang pendidikan adalah area laga to be the best. Dan Alhamdulillah, saat reuni saya lihat wajah-wajah yang berseri seperti wajah para petani yang sudah mulai memetik buah yang ditanamnya, apa pun status dan level sosial tempat kami berada. Di sekolah dasar kami telah ditempa untuk just do the best sedangkan hasilnya biarlah Tuhan yang menentukan.
So, I love Monday!! Do you?
2 komentar
Setuju sih kalo hari Senin itu harus disyukuri sebagai hari baru, hari yang penuh semangat memulai kegiatan selama seminggu.
BalasHapusSalam kenal dari Kota Semarang ya mbak, kita sama-sama seusia kayaknya
Alhamdulillah. Matur nuwun sudah berkenan singgah ke SBD, mbak hidayah Sulistyowati. Remen saged tepang panjenengan, seusia dan sama-sama dari kota S. :)) Salam kenal kembali.
BalasHapus