Foto: Mylene 2401 dar Pixabay |
Pernah gak begini, "Tadi itu ngapain saja, sih, kok rasanya lelah begini?" sembari mengingat-ingat aktivitas yang telah dilalui? Perasaan tidak ngapa-ngapain, cuma begitu-begitu saja tapi badan rasanya lelah seolah-olah baru saja menjalani aktivitas cukup berat. Pernah? Saya pernah. Sekarang malah sering.
Dengan bertambahnya umur saya memang merasakan bahwa saya menjadi mudah merasa lelah. Saya kadang heran, dengan aktivitas biasa-biasa saja kelelahan ini sering datang tanpa diundang. Teringat saat usia di bawah 30 tahunan, kegiatan dengan "porsi" yang sama efeknya tidak seperti yang saya rasakan saat ini. Mau ketawa? 😄 Hahaha..., boleh. Yang saya katakan barusan mungkin menggelikan bagi beberapa orang tapi saya juga yakin, akan ada yang menyergah dengan, "Itu karena kamu kurang gerak!". Yang geli mungkin menganggap saya clondo (bahasa Jawa artinya lugu) atau naif.
Whatever lah... Saya cuma ingin bilang bahwa semakin ke sini perjalanan usia berjalan endurance tubuh dalam berkegiatan semakin menurun. Ih, setuju aja, ya? 😄😄😄.
Buktinya, ini, ni... Dari Tempo.co pada kolom gaya>>kesehatan saya mendapatkan informasi bahwa manusia mengalami puncak fungsi organnya pada usia 30 tahun. Selanjutnya organ-organ tersebut secara perlahan mengalami penurunan fungsi kerja. Terus di hellosehat.com dituliskan begini, daya tahan tubuh kita makin menurun setelah usia 25 tahun. Jadi, masih dari hellosehat.com, memang ada korelasi mudah lelah dengan pertambahan usia.
Rasa lelah merupakan alarm yang mengingatkan kita untuk istirahat. Alarm untuk menurunkan intensitas kegiatan. Tapi taukah bahwa ada blessing in disguise di balik rasa mudah lelah? Buat saya rasa mudah lelah ini bisa menjadi semacam peredam. Peredam dalam menghadapi hal-hal yang memancing emosi yang kadang datang tanpa diundang. Karena lelah saya jadi tidak ingin ngotot seperti biasanya saat masih muda dulu. Saya jadi punya tombol on/off kapan saya musti push atau cukup membiarkannya berlalu atau sakmadya (sekedarnya) saja. Dengan demikian energi bisa jadi lebih hemat dan timbul dorongan untuk bisa lebih sumarah. Sumarah dalam bahasa Jawa artinya berserah. Jadi semacam mengundang kesadaran untuk mengingat bahwa ada Allah yang akan menyelesaikannya.
Ada banyak cara Allah menurunkan kasih sayangnya. Dan bagi saya rasa mudah lelah pada perjalanan usia ini merupakan salah satu kasih sayangNya. Dari rasa ini kita diarahkan untuk mawas diri dalam mengelola sisa usia dan energi yang masih tersisa. Kita diajar untuk membuat skala prioritas masalah atau menimbang urgensi sebuah kegiatan. Ini sesuatu yang berharga dalam kehidupan.
Rasa mudah lelah juga mengarahkan kita untuk kembali bersandar kepadaNya bahwa Dia lah yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Berkuasa. Bahwa ucapan "manusia mempunyai keterbatasan" tidak lagi sekedar pemanis bibir karena kita sudah benar-benar di ambang batas itu. Bila tidak, maka usia sunset ini bisa menjadi lahan subur tumbuhnya Post Power Syndrome, lo. Semoga kita dijauhkan dari hal demikian, ya...
Masih lelah? 😊
Buktinya, ini, ni... Dari Tempo.co pada kolom gaya>>kesehatan saya mendapatkan informasi bahwa manusia mengalami puncak fungsi organnya pada usia 30 tahun. Selanjutnya organ-organ tersebut secara perlahan mengalami penurunan fungsi kerja. Terus di hellosehat.com dituliskan begini, daya tahan tubuh kita makin menurun setelah usia 25 tahun. Jadi, masih dari hellosehat.com, memang ada korelasi mudah lelah dengan pertambahan usia.
Rasa lelah merupakan alarm yang mengingatkan kita untuk istirahat. Alarm untuk menurunkan intensitas kegiatan. Tapi taukah bahwa ada blessing in disguise di balik rasa mudah lelah? Buat saya rasa mudah lelah ini bisa menjadi semacam peredam. Peredam dalam menghadapi hal-hal yang memancing emosi yang kadang datang tanpa diundang. Karena lelah saya jadi tidak ingin ngotot seperti biasanya saat masih muda dulu. Saya jadi punya tombol on/off kapan saya musti push atau cukup membiarkannya berlalu atau sakmadya (sekedarnya) saja. Dengan demikian energi bisa jadi lebih hemat dan timbul dorongan untuk bisa lebih sumarah. Sumarah dalam bahasa Jawa artinya berserah. Jadi semacam mengundang kesadaran untuk mengingat bahwa ada Allah yang akan menyelesaikannya.
Ada banyak cara Allah menurunkan kasih sayangnya. Dan bagi saya rasa mudah lelah pada perjalanan usia ini merupakan salah satu kasih sayangNya. Dari rasa ini kita diarahkan untuk mawas diri dalam mengelola sisa usia dan energi yang masih tersisa. Kita diajar untuk membuat skala prioritas masalah atau menimbang urgensi sebuah kegiatan. Ini sesuatu yang berharga dalam kehidupan.
Rasa mudah lelah juga mengarahkan kita untuk kembali bersandar kepadaNya bahwa Dia lah yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Berkuasa. Bahwa ucapan "manusia mempunyai keterbatasan" tidak lagi sekedar pemanis bibir karena kita sudah benar-benar di ambang batas itu. Bila tidak, maka usia sunset ini bisa menjadi lahan subur tumbuhnya Post Power Syndrome, lo. Semoga kita dijauhkan dari hal demikian, ya...
Masih lelah? 😊
0 komentar