Design

By Yuniar Djafar - Agustus 11, 2019

Saya sering bercanda dengan partner kerja saya. Ngopeni (Bahasa Jawa, artinya merawat atau mengelola) UMKM dengan modal mepet itu lebih beratnya  di kepala dari pada proses eksekusinya. Hahaha... Untuk bisa survive UMKM tidak bisa mengandalkan modal finansial. Nomer satu adalah modal kreatifitas. Kreatifitas hasilkan produk yang berbeda, extra ordinary tapi dibatasi oleh modal itu berasa seperti perut kembung yang seolah-olah seperti mau meledak tapi tertahan, tidak bisa. Akibatnya kepala jadi mumet gak karuan. Mumet mikirin nebus obatnya pakai apa sedang perut makin lama makin menyiksa. 😄. Saya tertawa sendiri setelah omong seperti itu sedang partner saya cuma senyum-senyum. 

Bukan tidak bersukur. Boleh, kan sesekali kita menertawakan diri sendiri? Tau gak, sih kalau kemampuan menertawakan diri sendiri itu ternyata keren? Ini ni, saya dapat dari fimela.com.

"Menurut lifehack.org orang yang mampu menertawakan diri sendiri itu orang yang  memiliki sikap yang positif dan pribadi yang menyenangkan. Ursula Beermann dan Willibald Ruch dalam hasil penelitiannya menyatakan orang-orang yang bisa menertawakan diri sendiri itu cenderung lebih ceria dan tidak kaku."

Nah, kan... Makanya sekarang ayo yang dikenal ceria, haha hihi teliti diri Anda. Sudahkah Anda bisa menertawakan diri sendiri? Kalau belum patut dipertanyakan keceriaan Anda.. Eh, oh..., kok? Hahaha... Bercanda, ya.

Jadi begini. Saya ni, kan kebagian tugas bikin disain mulai hijab, baju atau seragam. Tanggung jawab saya memastikan bahwa disain yang saya bikin itu akan bisa disukai atau diterima oleh pasar sasaran. Saya sebenarnya minder kalau dibilang designer karena saya tidak memiliki sertifikat atau tanda secuil pun yang menyatakan saya pernah menempuh pendidikan fashion design. Ikut kursus fashion design pernah tapi cuma seminggu setelah itu cabut. Saya tidak tahan waktu sudah mulai masuk materi apa ya..., yang menuntut kerapian. Melukis gradasi warna, mencampur warna dengan mensyaratkan kerapian buat saya menyiksa. Maka cabutlah saya dari kursus itu.

Karenanya saya lebih nyaman dibilang bakul. Bakul hijab, bakul fashion... 

Pegangan saya dalam membuat disain hanya: different & keren. Saya hanya membayangkan orang yang pakai hijab saya jadi tampak beda dari yang lain dan keren! Itulah awal derita saya... Hahaha

Kalau cuma sekedar kelihatan beda saja gampang. Tapi bahayanya kita bisa jatuh jadi odd, aneh, ganjil gitu. 

Kami memang menyasar nieche market, yaitu mereka yang menghindari kerumunan atau me too product. Mereka juga orang-orang yang memahami kualitas. 

Kemudian biidznillah keluar satu, dua, tiga hingga saya tidak bisa menghitung lagi ada berapa design yang sudah saya keluarkan atau yang sebaliknya saya kept di lemari besar  khusus produk yang observed. Entah sampai kapan observing process-nya. :)

Karena itu biaya yang tertanam pada proses itu kalau dihitung-hitung lumayan juga. Untuk sampai pada keputusan, "Ok, we launch!" itu musti melewati proses panjang. Saya bilang proses sampling namanya. Dan proses samplingnya itu tidak cukup sekali, dua kali. Mulai dari bahan, model, asesori hingga ukuran kami lewatkan sampling process
Kadang saya musti "istirahat"kan beberapa saat sebelum keputusan itu. Produk sampling saya biarkan terpasang pada pass pop atau manequin untuk saya rasakan melalui pengamatan berulang kali selama beberapa hari.

Setelah sampling selesai masih ada proses "tes pasar". Maksud saya, saya minta pendapat orang lain tentang design tersebut. Sukakah mereka, nyamankah saat dipakai adalah pertanyaan yang sering saya ajukan kepada mereka. Saya minta tolong karyawan saya untuk pakai dan saya tanyakan kedua hal tersebut. Saya bandingkan dengan respon orang lain (biasanya teman atau keluarga) yang saya undang atau saya minta untuk memberi penilaian. Kadang saya foto mereka saat kenakan produk tersebut untuk saya amati kembali. Dan yang saya undang untuk saya mintai pendapat saya usahakan mereka dengan postur tubuh yang tidak ideal. Karena kalau dikenakan oleh yang berpostur tubuh ideal seringkali "menipu". Sama dengan saat dipasangkan pada manequin. La, manequin kan postur tubuh dan wajahnya ideal, bahkan super ideal. Mesti jadi bagus saja apa pun yang dikenakannya. 

Dari proses-proses tersebut jika ada koreksi maka akan kembali masuk proses sampling meski bukan sampling yang dari nol. Tapi bila semuanya sudah keluarkan sinyal positif dan feeling saya pas, maka bismillah biasanya kami langsung luncurkan.

Jadi proses menghadirkan produk apa pun itu, hijab kah, gamis atau apa sajalah jika pijakannya originalitas dan kualitas memang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dan menjiplak atau membajak produk adalah sebaliknya. Mereka tidak melewati kerumitan yang dilalui produsen asli sama sekali. Biasanya mereka akan membeli produk asli yang mereka rencanakan untuk jiplak, bongkar (jahitannya / konstruksinya) untuk dapatkan polanya kemudian langsung cuss....produksi sebanyak mereka mau. Dan karena mereka melalui proses bak jalan tol mereka pun jual murah produk tersebut untuk hancurkan harga produk asli di pasar. Apalagi kalau sang penjiplak modalnya lebih gede, innalillahi wa inna ilaihi raaji'un... Musibah pun akan melanda sang produsen ori. :( Bukan lagi ATM, Amati, Tiru dan Modifikasi melainkan Amati, Tiru dan Matikan! Sadis, yah? Iya.... Huhuhu...

Itulah resiko dunia bisnis. Tapi selain dari resiko yang seperti itu tetap ada sisi manisnya. Ini ni, salah satu contoh sisi manisnya.





Dapat kiriman foto dari salah satu pelanggan yang sulit move on dari salah satu  hijab design yang saya buat. Beliau adalah Hj. Ervinna Henny Novita yang bertempat tinggal di Pamekasan, Madura. Aduuh, kalau lihat foto ini dan ekspresi ibu guru shaliha ini rasanya seluruh penat jadi luruh. Ma sya Allah, laa quwwata illa billah.  

Hijab ini bukan design terbaru yang saya buat. Andai bisa dizoom pada bagian yang diserut itu akan terlihat bling, bling karena saya pasangkan payet Jepang di situ. Tidak banyak, secukupnya saja karena saya juga tidak menginginkan hijab ini jadi gemerlap berlebihan. 

Saya menamainya Penguin karena bagian belakang hijab ini lebih panjang, jadi seperti tuxedo. Dan panjangnya juga bukan panjang yang berlebih. 

Release sekitar 3 tahun lalu. Saya pakai bahan jersey untuk hijab ini. Bahan jersey terbaik yang bisa saya dapatkan. 


Mungkin foto di bawah ini detilnya bisa lebih dilihat.

Foto; Estyle

Kalau yang berikut ini photo shoot-nya di studio. Lebih jelas ini, ya, detilnya? Kalau jawabnya iya, selamat..! Mata Anda sehat... Hahaha...



Foto: Estyle
Setiap pekerjaan atau tindakan memang akan menghasilkan dua sisi yang bisa membawa kita pada dua hal, suka dan duka. 

"Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." Q.S An Najm (53); 43.

Selebihnya syukuri saja.

"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu mengumumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersukur pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku  sangat pedih.'" Q.S Ibrahim (14); 7.

Ini kalau saya. Kalau Anda? Sama? Alhamdulillah. 😊 


















  • Share:

You Might Also Like

0 komentar