Merawat Orang Tua, It's Time

By Yuniar Djafar - Juli 15, 2019




Bulan depan ada saat istimewa dalam keluarga saya. In sya Allah Agustus depan menggenapkan usia Ibu saya menjadi 80 tahun. Alhamdulillah.

Kami tidak memiliki tradisi perayaan ulang tahun, haul atau annyversary tapi berkaitan dengan usia Ibu yang ke 80 saya seperti diingatkan bahwa setiap hari saya harus memperkuat lahir-batin diri untuk terus memperbaiki adab dalam menemani Ibu. 


Jika saya runut dari hari ke hari tanda-tanda usia Ibu semakin menua yang berpengaruh besar adalah saat pendengaran beliau mulai jauh berkurang. Itu dimulai sekitar 3 tahun lalu, saat usia beliau mencapai 77 tahun. Awalnya volume suara saat menyalakan televisi hanya pada kisaran 18 - 20 tapi sejak 3 tahun lalu rumah kami sudah seperti gedung bioskop. Volume suara berada pada kisaran 26-30. Setahun kemudian syaraf pengelihatan beliau yang sebelah kanan putus. Itu yang membatasi beliau sehingga beliau tidak bisa selincah dulu lagi. Sebelum ini Ibu masih kuat dan berani untuk bepergian ke luar kota sendiri menggunakan jasa travel yang bisa mengantarkan beliau langsung ke tempat yang beliau ingin tuju. Dan saat itu saya dan saudara saya masih "cukup tega" untuk meloloskan keinginan (kuat) beliau untuk pergi sendiri karena Ibu kami saat itu masih kuat dan benar-benar mandiri. 

Sekarang Ibu hanya berani beraktifitas pada maksimal radius 500m dari rumah. Lebih dari itu beliau membutuhkan pendampingan. Tapi Alhamdulillah, untuk kegiatan dalam rumah beliau masih cukup kuat dan lincah tapi intensitas dan durasinya memang mulai banyak menurun. Bersih-bersih rumah, merawat tanaman bahkan memasak masih bisa beliau lakukan. Untuk kegiatan seperti itu beliau tidak bisa dilarang karena jika itu terjadi hanya akan menghasilkan "keributan" di dalam rumah. 😃 Berkaitan dengan hal itu saya memang lebih memilih sikap "stand by" saja. Biasanya setelah menjalankan ketiga aktifitas seperti itu beliau minta pijit kaki atau punggung dan itulah yang saya persiapkan jika beliau sudah mengeluhkan kecapekan. 

Menghadapi orang usia lanjut memang seperti menghadapi anak kecil. Sifat keras hati jika sudah ada maunya seringkali muncul jika menginginkan sesuatu. Yang paling merepotkan adalah ketika beliau menginginkan hal-hal yang membahayakan kesehatan beliau. Pada anak kecil kita bisa menghardik atau mengancam untuk mengingatkan. Pada orang tua?

Padahal dalam Islam kita sudah diwanti-wanti untuk menjaga adab terhadap orang tua karena orang tua adalah kunci surga bagi anak-anaknya. Perilaku kasar terhadap orang tua benar-benar tidak bisa ditolerir. Mengucapkan kata, "Ah...!" dengan nada menghardik saja kita tidak boleh.

Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan kepadaNya. Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berusia lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan, "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu tehadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Ya Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sejak kecil. Q.S Al Israa (17);23-24.

Hal inilah yang sering membuat saya timbul-tenggelam dalam menjalankan birrul walidain. Astaghfirullah...

Ada kalanya saya merasa suntuk karena campur aduknya perasaan takut karena dosa dan "tidak berdaya". Jika sudah begini saya menghampiri teman-teman yang memiliki kondisi sama. Sama-sama merawat orang tua baik orang tua kandung maupun mertua. Saling curhat, ngobrol, "mencocok-cocokkan" kondisi orang tua masing-masing yang diakhiri dengan saling mengingatkan, ya semacam itulah yang kami lakukan.

Pernah dengar peribahasa Jawa kaya ancik-ancik nang pucuke eri? Artinya seperti berdiri di pucuk duri. Posisi yang sulit, harus benar-benar hati-hati. Karenanya saat melihat seseorang yang bisa dengan sabar dan telaten dalam merawat orang tua saya benar-benar salut dan angkat topi. Bagi saya orang seperti itu adalah orang yang kuat, yang hebat. Saya senang karena dengan begitu saya seperti melihat contoh yang menyemangati diri untuk lebih baik lagi dalam melayani orang tua. 

Membaca kisah-kisah sahabat Rasulullah dalam merawat orang tua juga bermanfaat dalam menguatkan diri dalam jalankan birrul walidain. Seperti kisah di bawah ini.

Dari Humaid, ia menyatakan, ketika Ibunya Iyas bin Mu'awiyah itu meninggal dunia, Iyas menangis. 
Ada yang bertanya, "Kenapa engkau menangis?" 
Ia menjawab, "Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka menuju surga. Namun sekarang salah satunya telah tertutup." (Al Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 56. Dinukil dari Kitab min Akhbar AS-Salaf ash-Shalih, hlm. 398).

Sudah menjadi ketetapan Allah berapa pun usia kita selama orang tua masih hidup dan kita masih hidup 😁 maka saat itulah birrul walidain menjadi kewajiban. Karenanya dalam usia yang ke sekian ini bagi saya merawat orang tua memang sudah waktunya. Kalau tidak sekarang kapan lagi? Ya, it's time! Wis wayahe!






















  • Share:

You Might Also Like

0 komentar