2K Sebagai Modal Utama Dalam Memulai Bisnis.

By Yuniar Djafar - Januari 28, 2021

 

- Design taken from Canva -


Bismillah.

Memasuki dunia usaha atau bisnis bisa dilatar belakangi oleh beberapa alasan. Ada yang sukarela karena memang sudah menjadi passion atau hasrat hidup. Ada pula yang karena terpaksa atau dipaksa oleh satu atau beberapa hal. Ketika akan memulai bisnis pertanyaannya, "Apa yang paling dibutuhkan dalam memulai dan menjalankan sebuah bisnis?" Apa yang akan kalian jawab jika mendapat pertanyaan seperti ini? Saya berani bertaruh, bukan untuk berjudi tapi, ya--bahwa 99% akan menjawab, "Modal!

"Apakah modal yang Anda maksud?"

Ini adalah pengalaman saya dalam mengelola sebuah usaha mikro. Saya pernah ikuti pelatihan atau pembinaan untuk para pelaku UMKM atau Usaha Mikro beberapa kali, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun bukan. Atas pertanyaan yang saya tuliskan "Apakah modal yang Anda maksud", saya selalu menemukan dominasi jawaban berupa: uang.

Ini tipikal banget. Dan saat sedikit lebih dalam bergabung dengan mereka melalui komunitas yang dibentuk oleh instansi pemerintah maupun secara mandiri, pemikiran bahwa uang adalah modal yang utama tetap menjadi keyakinan mayoritas anggota.

Di sela-sela pameran saat bercakap-cakap dengan mereka, persoalan modal-- dengan pemahaman bahwa modal adalah uang-- ini selalu muncul. Jika ada usaha macet maka kata: modal dalam artian uang selalu menjadi "pihak tertuduh".

Berdasar pengalaman, "ngurus duit" andai benar uang adalah modal utama dalam mengelola bisnis, saya bilang tak mudah. Uang sesungguhnya benda mati, tidak bisa ngapa-ngapain jika tidak didayagunakan. Uang bukan senjata pamungkas yang dapat menyelesaikan setiap masalah, seperti yang dibayangkan.

Uang jika tidak didayagunakan dengan benar justru akan menjadi bumerang yang bisa menghabisi pemegangnya. Saya bilang "pemegang" karena dalam usaha bisa jadi yang kita putarkan/dayagunakan tidak selamanya milik kita, sebagai owner ataupun pengelola usaha.

Betapa pusingnya andai uang yang kita pakai tersebut tidak berhasil memutar roda usaha yang dijalankan. 

Saya memulai usaha konveksi atau garmen pada tahun 2000 bersama dua orang teman. Sejak memulai usaha itu saya selalu berusaha menepis pemikiran bahwa modal (utama) adalah uang.

Penyebabnya bukan karena uang saya banyak. Bukan, bukan itu. Saya sampaikan sejujurnya modal saya dan teman-teman pada saat itu memang bukan uang. Seingat saya, pada tahun-tahun awal itu, di kas kami hanya modal sekitar seratus-dua ratus ribuan. Tapi saya mempunyai dua mesin jahit dan satu mesin obras di rumah saya. Tiga mesin itulah yang menjadi modal kami selain uang seratus ribuan. Itu adalah modal tangible yang kami miliki. Namun modal terbesar kami sesungguhnya adalah modal intangible berupa kepercayaan dan kreatifitas, 2K saya menyebutnya.

Yang saya sampaikan jelas subyektif, ya. Tapi demikianlah yang saya alami. Kalau saya tulis dalam prosentase nilai antara modal tangible dan intangible yang saya dan teman-teman miliki saat itu, saya bisa bilang: 0,5% : 99,5%.

Inilah Modal Intangible Yang Saya Maksud.

1. Kepercayaan.

Kepercayaan adalah K pertama dari 2K. Dan kepercayaan ini saya bagi menjadi tiga, yaitu: 

- Kepercayaan kepada diri sendiri.


Kepercayaan kepada diri sendiri adalah semangat bahwa setiap masalah pasti ada jalannya, bahwa kita mempunyai sesuatu yang hebat, yang layak diperjuangkan. Sumber semua ini adalah shalat, doa dan banyak-banyak membaca tulisan bisnis terutama profil binis/pebisin yang bisa menyemangati.


- Kepercayaan antar anggota tim

Kepercayaan antar anggota tim adalah upaya untuk membangun saling husnuzhan atau prasangka baik antar anggota. Saya berusaha meyakinkan diri sendiri dan anggota tim bahwa di antara kami adalah orang-orang yang berniat baik, tidak mempunyai maksud jahat. Hal ini menjadi pijakan kami dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul di antara kami. 

Komunikasi penting banget perannya dalam masalah ini. Mengingatkan bahwa bisnis yang kami bangun merupakan bagian dari ibadah kami, adalah hal yang selalu saya ulang saat pertemuan/rapat. Kebersamaan juga saya bangun dengan  membahas masalah dan peluang bersama serta melakukan hal-hal yang menyenangkan beramai-ramai saat berhasil meraih target atau ada rejeki lebih.


- Kepercayaan dari pelanggan.


Kepercayaan dari pelanggan bagi saya seperti mustika atau barang berharga. Saya bisa sangat menekan kepada diri saya sendiri, teman-teman dan karyawan (saat sudah memiliki karyawan) dalam menjaga satu hal ini: kepercayaan pelanggan.

Tapi sebelum semua itu saya selalu siapkan konsep produk dan penawaran terlebih dahulu sebelum mengajukan penawaran kepada pelanggan sasaran. Saya ajak bicara kedua teman saya tentang batas minimum dan maksimum layanan dan produk yang bisa kami lakukan. Dalam menentukan ini saya mencoba observasi semampu saya untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh "mutual companion"--demikian saya menyebut pesaing--untuk kami jadikan pijakan minimum penyusunan penawaran.

Pijakan penawaran kami sederhana saja rumusnya: PMC +. PMC adalah Penawaran Mutual Companion dan + adalah nilai tambah kami. Plus (+) nya tidak banyak-banyak sekadar menjadi pembeda yang lebih baik.

Contoh pembeda salah satunya adalah kemasan, desain seragam yang berbeda untuk mengangkat "branding" sekolah,  bahkan sekedar format fisik yang lebih menarik untuk surat penawaran atau kartu nama. Catatan: Kami tidak pernah membuka penawaran dengan jaminan harga lebih murah. 

2. Kreatifitas.

Kreatifitas adalah K terakhir.
Kreatifitas yang saya maksud adalah menghasilkan produk dengan desain yang berbeda daripada produk yang banyak beredar. Kerennya menghindari produk kerumunan, demikian saya bilang.

Kebijakan ini memang otomatis membatasi pasar hingga kadang kami dihadapkan untuk membangun ceruk pasar baru pada awalnya. Ada proses pengenalan, yaitu proses edukasi. Atau, ah, terlalu keren kalau dibilang edukasi. Baiklah sebut saja, adaptasi. Memerlukan waktu. Seringkali kami menerima pertanyaan: mengapa begini, mengapa tidak begitu seperti yang lain? Mengapa pakai ini, ini kan mahal, bikin harga jadi mahal dan sebagainya. 

Tidak mudah memang, tapi sekalinya bisa masuk maka yang dibutuhkan adalah konsistensi pada karakter produk yang telah ditentukan. Itu berarti hanya setapak lagi menuju penerimaan pasar yang lebih besar. Jalan yang berliku seperti itu relatif tidak padat modal. Lebih lambat tapi lebih pasti. 

Ketika kita tidak memiliki "otot" (kuat) maka pilihannya adalah menguatkan "otak".

Bagaimana menurut kalian?



















  • Share:

You Might Also Like

2 komentar

  1. Tadi saya pikir 2K itu 2000 lho, hehehe.

    BalasHapus
  2. Ooh... Astaghfirullah, jadi kayak click bait, ya? Maaf, saya tidak bermaksud demikian.

    BalasHapus