![]() |
- Design taken from Canva - |
Bismillah.
Memasuki dunia usaha atau bisnis bisa dilatar belakangi oleh beberapa alasan. Ada yang sukarela karena memang sudah menjadi passion atau hasrat hidup. Ada pula yang karena terpaksa atau dipaksa oleh satu atau beberapa hal. Ketika akan memulai bisnis pertanyaannya, "Apa yang paling dibutuhkan dalam memulai dan menjalankan sebuah bisnis?" Apa yang akan kalian jawab jika mendapat pertanyaan seperti ini? Saya berani bertaruh, bukan untuk berjudi tapi, ya--bahwa 99% akan menjawab, "Modal!
"Apakah modal yang Anda maksud?"
Ini adalah pengalaman saya dalam mengelola sebuah usaha mikro. Saya pernah ikuti pelatihan atau pembinaan untuk para pelaku UMKM atau Usaha Mikro beberapa kali, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun bukan. Atas pertanyaan yang saya tuliskan "Apakah modal yang Anda maksud", saya selalu menemukan dominasi jawaban berupa: uang.
Ini tipikal banget. Dan saat sedikit lebih dalam bergabung dengan mereka melalui komunitas yang dibentuk oleh instansi pemerintah maupun secara mandiri, pemikiran bahwa uang adalah modal yang utama tetap menjadi keyakinan mayoritas anggota.
Di sela-sela pameran saat bercakap-cakap dengan mereka, persoalan modal-- dengan pemahaman bahwa modal adalah uang-- ini selalu muncul. Jika ada usaha macet maka kata: modal dalam artian uang selalu menjadi "pihak tertuduh".
Berdasar pengalaman, "ngurus duit" andai benar uang adalah modal utama dalam mengelola bisnis, saya bilang tak mudah. Uang sesungguhnya benda mati, tidak bisa ngapa-ngapain jika tidak didayagunakan. Uang bukan senjata pamungkas yang dapat menyelesaikan setiap masalah, seperti yang dibayangkan.
Uang jika tidak didayagunakan dengan benar justru akan menjadi bumerang yang bisa menghabisi pemegangnya. Saya bilang "pemegang" karena dalam usaha bisa jadi yang kita putarkan/dayagunakan tidak selamanya milik kita, sebagai owner ataupun pengelola usaha.
Betapa pusingnya andai uang yang kita pakai tersebut tidak berhasil memutar roda usaha yang dijalankan.
Saya memulai usaha konveksi atau garmen pada tahun 2000 bersama dua orang teman. Sejak memulai usaha itu saya selalu berusaha menepis pemikiran bahwa modal (utama) adalah uang.
Penyebabnya bukan karena uang saya banyak. Bukan, bukan itu. Saya sampaikan sejujurnya modal saya dan teman-teman pada saat itu memang bukan uang. Seingat saya, pada tahun-tahun awal itu, di kas kami hanya modal sekitar seratus-dua ratus ribuan. Tapi saya mempunyai dua mesin jahit dan satu mesin obras di rumah saya. Tiga mesin itulah yang menjadi modal kami selain uang seratus ribuan. Itu adalah modal tangible yang kami miliki. Namun modal terbesar kami sesungguhnya adalah modal intangible berupa kepercayaan dan kreatifitas, 2K saya menyebutnya.
Yang saya sampaikan jelas subyektif, ya. Tapi demikianlah yang saya alami. Kalau saya tulis dalam prosentase nilai antara modal tangible dan intangible yang saya dan teman-teman miliki saat itu, saya bisa bilang: 0,5% : 99,5%.
Inilah Modal Intangible Yang Saya Maksud.
1. Kepercayaan.
- Kepercayaan kepada diri sendiri.
- Kepercayaan antar anggota tim
- Kepercayaan dari pelanggan.
2. Kreatifitas.

2 komentar
Tadi saya pikir 2K itu 2000 lho, hehehe.
BalasHapusOoh... Astaghfirullah, jadi kayak click bait, ya? Maaf, saya tidak bermaksud demikian.
BalasHapus