Ini Kisah Evolusi Belajar Online/Daring

By Yuniar Djafar - Desember 20, 2020

 

Kisah Belajar Online

Bismillah.

Pada bulan-bulan sebelum pandemi hari-hari berjalan seperti mesin jahit besar yang memenuhi ruang produksi. Tanpa rasa, pagi dipanaskan sebentar selanjutnya pedal diinjak, "zhreeet, srek, jegrek, zhreeet...",  kemudian berhenti saat istirahat siang. Selesai itu, kembali gerakan dan suara tadi berulang hingga sore, lalu diam sampai bertemu pagi keesokan harinya. Begitu terus ritmenya, itu yang saya rasakan.

Tapi sejak pandemi memerangkap waktu pada lorong yang panjang saya merasa waktu jadi seperti dermawan yang mengobral kebebasan tanpa batas. Ada yang berubah. Ya, benar memang berubah, bahkan banyak. Waktu yang dulu terasa sempit memburu, saat ini seperti seorang ayah yang menyerahkan kunci pagar dan kunci rumah kepada anaknya. Bebas!

Sembilan bulan, seperti bayi di dalam kandungan, cukup membuat bayi bosan dan ingin keluar dari rahim ibunya. Tapi, saya bukan bayi dan saya tidak berani ke mana-mana karena pandemi. Memasak sudah, mencoba-coba resep baru sudah, bebersih rumah sudah...(sudah capek), aktifitas keseharian lainnya juga sudah biasa sampai bosan.

Merintang-rintang waktu, saya temukan tawaran aneka pembelajaran daring.  Byuhh..., rasanya seperti  melihat gerai di mall-mall yang menawarkan banyak hal menarik dengan tatanan yang apik. Melihat itu hati seperti sumbu petasan yang dinyalakan dan terbakar..., itulah saya. Hahaha, lebay... Memang lebay. 

(😄 Sekali-sekali drama bolehlah. 😄)

Tapi memang benar, menginjak bulan ke sembilan sejak pandemi masuk, saya seperti kemaruk, jadi teringat obsesi yang dulu entah bersembunyi di mana, kini muncul kembali. Pemicunya adalah banyaknya penawaran pembelajaran online/daring  dengan harga terjangkau padahal seingat saya sebelum pandemi tidak begitu.

Mungkin karena daring, ya, jadi bisa hemat ongkos penyelenggaraannya. Tak perlu sewa ruang khusus, tak butuh konsumsi, sistem suara tidak butuh yang canggih, bagian dokumentasi juga bisa dirangkapkan, organisasi makin ramping dan seterusnya, hingga akhirnya penyelenggara pun bisa memangkas banyak hal dan berhemat. Gantinya adalah butuh kuota tapi tetap saja lebih hemat dibanding ongkos pada masa normal sebelum pandemi. Saya tentu termasuk yang senang dengan keadaan ini. Alhamdulillah.

Mengawali dengan mengikuti pembelajaran (kursus) branding, lanjut dengan digital marketing (meski gak paham,hahaha) terus lompat ke fotografi, menulis hingga belajar blog tingkat lanjut (padahal yang dasar saja belum kuat, ups!). Sempat mau ikut kelas belajar animasi tapi karena pertanyaan saya tidak dijawab, yah, akhirnya batallah... Pengin tau pertanyaan saya? Ini, "Saya tertarik mengikuti kelas belajar animasi tapi apakah orang seusia saya, yang 50 tahunan ini kira-kira bisa mengikuti materinya atau tidak, ya?"

Hahaha, bisa jadi adminnya menduga saya orang iseng padahal saya sungguh-sungguh. Saya tidak paham secara persis animasi itu apa. Dalam pemikiran saya, animasi adalah semacam kartun atau pembuatan peraga yang bergerak-gerak. Paling jauh yang saya ketahui tentang animasi, ya, seperti animasi yang ada di Canva. Andai benar begitu, saya juga belum tau ilmu dasar apa yang harus saya kuasai untuk mengikutinya. Untuk itulah saya bertanya. Qadarullah, tidak dijawab. 😄

Sejauh pengalaman saya, saya senang bisa mengikuti kursus-kursus itu dengan  belajar melaui Zoom atau Whatsapp. 

Tapi taukah kalian jika pembelajaran (kursus) online/daring seperti ini diawali sejak akhir tahun 1800 lalu? Panjang ya, sejarahnya? Mau tau kisah evolusi belajar online/daring?

Ya, pembelajaran secara online ini berawal dari belajar jarak jauh atau correspondence course, orang menyebutnya saat itu. Tidak ada teknologi internet, orang memanfaatkan jasa pos dengan surat-menyurat untuk menggantikan tatap muka. Materi belajar dan tugas-tugas juga diserahkan melalui surat-menyurat. 

Pada tahun 1873 program pendidikan korespondensi pertama dimulai di Boston, Massachusetts oleh Anna Eliot Ticknor dengan sebutan "Masyarakat (Untuk) Mendorong Studi di Rumah". 

Pada tahun 1911 University of Queensland di Australia mendirikan Departemen Kajian Korespondensi dengan mengandalkan sistem pos Australia. 

Pada tahun 1946 Universitas Afrika Selatan yang dikenal sebagai mega college pembelajaran jarak jauh dunia, menjadi juara dan inovator pembelajaran jarak jauh saat membentuk kembali misi dan fokusnya pada tahun itu.

Tahun 1951 The City Colleges of Chicago menjadi perintis pertama program televisi instruksional pendidikan untuk skala besar yang memungkinkan para mahasiswa memperoleh gelar dengan hanya mengikuti pembelajaran melalui televisi tersebut. Para prajurit yang kembali dari Perang Dunia II ingin memanfaatkan tunjangan pendidikan mereka dengan mengikuti program ini tetapi Administrasi Veteran mencegah hal tersebut berdasar kekhawatiran bahwa program ini akan disalah gunakan. Veteran yang cacat bisa mengikuti program ini hanya bila mereka memperoleh ijin dari konselor mereka.

Tahun 1960 adalah tahun saat University of Illinois membuat Intranet untuk para mahasiswanya, yaitu sebuah sistem terminal komputer yang terhubung yang memungkinkan para mahasiswa dapat mengakses materi pembelajaran dan mendengarkan rekaman kuliah.

Tahun 1984 Electronic University Network (EUN) didirikan dengan misi membantu perguruan tinggi dan universitas memperluas ketersediaan pembelajaran daring. Di Indonesia ini adalah tahun berdirinya Universitas Terbuka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1984. Perguruan tinggi yang memiliki singkatan UT ini menggunakan pembelajaran jarak jauh melalui media radio dan televisi, dan media cetak (modul-modul)  untuk memperluas jangkauan pendidikan di wilayah-wilayah seluruh Indonesia.

Tahun 1986 EUN menawarkan pembelajaran daring pertamanya dengan menggunakan sistem DOS dan Commodore 64, hal ini berlangsung saat belum adanya penemuan World Wide Web. Karenanya para mahasiswa harus menggunakan software dengan kepemilikan dan berkomunikasi melalui saluran telepon. EUN mulai bekerjasama dengan America Online pada tahun 1992 dan menjadikan lembaga tersebut sebagai koordinator pendidikan tinggi di EUN.

Tahun 1989 University of Phoenix menjadi lembaga pertama yang meluncurkan lembaga pendidikan tinggi daring (online) yang menawarkan gelar sarjana dan magister.  

Tahun 1994 adalah saat meledaknya akses melalui internet dengan perusahaan penyedia seperti America Online, Delphi dan CompuServe dan sebuah perusahaan penyedia internet lokal yang mengubah dekstop komputer yang berdiri sendiri di rumah orang-orang menjadi jendela dunia.

Semakin meningkatnya jumlah orang yang memiliki jaringan internet menyebabkan CALC (Computer Assisted Learning Center) yang semula merupakan lembaga kecil penyelenggara pendidikan dewasa secara luring (offline) berkembang menjadi CALCampus yang menawarkan pembelajaran yang kemudian dikenali sebagai pembelajaran 'online' dengan instruksi dan interaksi  real time melalui internet. 

Tahun 1996 pengusaha Glen Jones dan Bernand Lunskin mendirikan Jones International University yang merupakan perguruan tinggi pertama terakreditasi dan berbasis web sepenuhnya

Tahun 1997 adalah tahun didirikannya California Virtual University (CVU) sebagai clearinghouse yang memberikan informasi tentang pembelajaran online yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi/universitas yang terakreditasi di California. Hal ini berlanjut dengan berdirinya JALN, the Journal of Asynchronous Learning Network (dijamin lidah berlibet menyebutkannya, hahaha) yang menjadi tonggak penting pendidikan daring. Didirikan oleh Sloan Consortium, JALN adalah jurnal penilaian sejawat (peer-review) yang menyediakan ruang khusus penelitian akademis yang berfokus hanya pada pendidikan daring.

Tahun 2009 adalah dekade pertama abad 21 yang didalamnya tercatat 5,5 juta jiwa (melonjak 187%) di seluruh dunia mengambil setidaknya satu kelas daring.  

Pendidikan Daring dan Pendidikan Tradisional. Lebih dari tiga perempat CEO dan pemilik usaha kecil menyatakan bahwa kualitas pendidikan online setara dengan program pendidikan gelar tradisional, menepis pendapat yang menyatakan bahwa para pemilik usaha tidak mengakui pendidikan berbasis daring atau online.

Pendidikan Daring Saat Ini. Pernyataan bahwa pendidikan daring akan menggantikan pendidikan tradisional  adalah perkataan yang belum teruji kebenarannya. Tapi dengan adanya pandemi Corona ini pendidikan daring memang semakin mengokohkan kedudukannya sebagai penopang pendidikan tradisonal berbasis luring (offline). Orang masih mengutamakan pendidikan luring namun ancaman terinfeksi virus Covid 19 membuat mereka menjadikan kelas daring sebagai alternatif proses pembelajaran dengan harapan suatu saat kelas luring akan kembali dibuka. Dan ini adalah harapan semua penduduk bumi, termasuk saya. Bagaimana dengan kalian? 😊




Sumber:

https://www.onlineschools.org/visual-academy/the-history-of-online-schooling/

https://www.tecweb.org/eddevel/telecon/de92.html#:~:text=In%20the%201950s%20the%20first,by%20taking%20only%20television%20courses.

https://www.petersons.com/blog/the-history-of-online-education/

https://www.ut.ac.id/sejarah-ut#:~:text=Universitas%20Terbuka%20(UT)%20adalah%20Perguruan,RI%20Nomor%2041%20Tahun%201984.&text=Sejak%20tahun%202004%2C%20UT%20




  • Share:

You Might Also Like

18 komentar

  1. Informasi yabg sangat bermanfaat

    BalasHapus
  2. eh,kirain istilah daring itu muncul pas corona 😁 makasih ilmu bu...sangat bermanfaat

    BalasHapus
  3. Wah, tidak ada kata terlambat untuk belajar bu, semangat terus!! Btw karena ngebaca artikel ini jadi keinget udah buanyak banget kelas online yang saya ikutin selama pandemi ini, kayak semacam prestasi gitu ya walau beberapa di antaranya sebenarnya cuma sekedar iseng🤭 tapi kalo gak pandemi mungkin ga bakal dapet kesempatan buat ikut kelas beginian sih, huhu hikmah pandemi ya bu

    BalasHapus
  4. Terima kasih mbak Indah. Hihihi, iyah itu lah berkah di balik musibah pandemi. Bisa sepuasnya sampek "salto" atau "kayang" untuk belajar online, sesuatu yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya.

    BalasHapus
  5. uwaaaaa ... enggak nyangka ternyata sejarah belajar daring sudah ada sejak lama. terima kasih, mbak atas informasinya

    BalasHapus
  6. Kebayang dong belajar daring jaman dulu lewat korespondensi pasti repot. Kadang kelas daring jaman sekarang aja suka bikin repot ya. Salut!

    BalasHapus
  7. Wah sama hobi kita bu. Selama pandemi jadi senang ngikuti kursus online, cari2 ilmu baru. Walaupun kalau pribadi lebih prefer tatap muka, krn banyak kendalanya belajar online. Asal bayarnya gak mahal-mahal,cukup puaslah dengan berbagai kursus online yang ditawarkan saat ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, mbak, ini kan bagian dari upaya untuk jadikan usia kita jadi usia yang manfaat, usia untuk taat. Hihihi, betul, betul biaya itu pentiing... Penting banget.

      Hapus
  8. Wah, jadi nambah ilmu mbak aku baca artikelnya, iya sering ada lulusan universitas luar negeri tapi tidak ke sana ternyata mereka sistem daring ya belajarnya..aku juga siswa universitas terbuka..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak, Dew, istem ini mempermudah kita. Wah, saya tertarik juga sebenarnya untuk ikut UT. Saya sudah tengok-tengok website-nya, belum ada jurusan yang cocok untuk saat ini. Hihihi...

      Hapus
  9. Wah makasih ilmunya bu. AKu baru tau kalau istilah daring itu sudah ada dari lama.^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, iya, mbak Roswita. Saya juga terima kasih sudah tengok tempat saya.

      Hapus
  10. Ternyata oh ternyata ada sejarahnya juga tho pembelajaran daring. Maasyaa Allah, usia 50 tahun masih semangat menimba ilmu. Tamparan nih buat aku yang usianya setengah dari Bu Yuniar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillahilladzi bini'matihi taatimmushshalihah. Iya.., ayo semangat, ya. Terima kasih sudah luangkan waktu tengok tempat saya.

      Hapus